Senin, 05 Maret 2012

Gangguan OCD? Ayo Analisis..

OCD adalah Obsessive Compulsive Disorder: yaitu keadaan dimana gagasan, pikiran, atau impuls (dorongan perbuatan) yang bersifat mengganggu. Dan meskipun pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu mengakibatkan penderitaan
Kali ini kita akan membahas dan menganalisis kasus OCD, marilah kita baca kasus di bawah ini.
ABSTRAK

Dari mereka yang menderita gangguan obsesif-kompulsif (OCD), sebagian besar dari jumlah mereka tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan standar dari dua percobaan serotonin reuptake inhibitor dan cognitive behavioral therapy. Selain menjadi refrakter terhadap pengobatan saat ini, orang-orang ini sering memiliki gangguan penyerta yang berkontribusi terhadap pengurangan kualitas hidup. Para penulis menyajikan kasus seorang individu yang dibantu untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan menerima dirinya adalah seorang OCD sebagai kekuatan dan meningkatkan kesadaran sehingga ia mampu menggabungkan OCD nya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dia berhasil mengatasi OCD nya yang melemahkan dan ini diambil dari semua pengobatan dalam waktu 6 bulan intervensi. Tiga tahun pasca intervensi tindak lanjut menunjukkan bahwa dia sehat, memiliki gaya hidup sehat dan bahwa meskipun beberapa pikiran obsesif masih tetap ada, mereka tidak mengontrol perilakunya.

KASUS
Janice berusia 25 tahun, berkulit putih yang telah dirawat di rumah sakit jiwa karena OCD. OCD nya berupa selalu membersihkan dan mencuci kamarnya dan hampir segala sesuatu yang berada di kamarnya. Dia takut bahwa kuman di kamarnya akan membuat sakit dan akhirnya menyebabkan dia mati. Catatan kasus  menunjukkan bahwa bahkan sebagai seorang anak, Janice prihatin kebersihan, suatu sifat yang dia pikir telah diperoleh dari ibunya. Adiknya meninggal ketika dia berusia 10 tahun, dan ia percaya bahwa ia bertanggung jawab atas kematiannya. Rupanya, ia bermain dengan adiknya dan membiarkan dia memegang adiknya dengan tangan yang kotor untuk menghentikan tangisannya. bagaimanapun, ia sedang bermain di halaman dan seharusnya tidak perlu mencuci tangan sebelum dia menyentuh adiknya. Secara bertahap, ia menjadi terobsesi dengan kuman sebagai pembunuh dan mulai membersihkan dan mencuci semua yang datang untuk kontak dengannya. Hal ini berlanjut selama beberapa tahun sampai kecemasannya tentang kuman dan dia mulai membersihkan dan mencuci secara berkala menjadi kegiatan di kehidupan sehari-hari. Dia didiagnosis oleh dokter keluarganya mengalami OCD dan memerlukan pengobatan Serotonin Reuptake Inhibitor (SRI). Seiring waktu, frekuensi periode OCD menjadi lebih sering dan sulit baginya untuk mengontrol dengan obat-obatan. Saat obat-obatan tidak begitu efektif, ia juga menerima Adjunctive Psychology Therapy. Dia telah dirawat di rumah sakit jiwa sebanyak empat kali dalam satu tahun terakhir. Setiap kali ia diobati dengan obat dan CBT untuk distabilkan. Rawat inap saat ini adalah yang kelima karena dia benar-benar suda lemah kerena OCD-nya, sejauh ini dia tidak dapat meninggalkan kamarnya selain untuk mengurus kebersihan dirinya karena dorongan kecemasannya yang tinggi.

ANALISIS
Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa Janice menderita atau mengalami gangguan obsesif compulsif (sumber: PPDGJ-III) karena Janice merasa sangat khawatir dan cemas terhadap kebersihan di sekitarnya sehingga ia harus berulang kali membersihkan kamarnya dan dirinya agar tidak terkena kuman yang ia anggap akan membuatnya sakit bahkan mati.

1. Disfungsi Psikologis
a. Secara Kognitif: Janice selalu merasa cemasa akan kebersihan dirinya, kakhawatiran yang belebih terhadap kuman-kuman yang ia rasa dapat membuatnya sakit hingga mati. Setiap  ia melakukan suatu kegiatan, ataupun ia bersentuhan dengan orang lain, ia selalu membersihkan dirinya dan ia juga selalu membersihkan kamarnya dan barang-barangnya.
b. Secara Afektif: Janice selalu merasa bersalah atas kematian adiknya, ia merasa ia bertanggungjawab atas kematian adiknya tersebut karena ia telah menyentuh adiknya untuk mengentikannya menangis dengan tangan yang kotor sehingga ia merasa kuman atau hal-hal yang kotor harus dihindari. 
c. Secara Psikomotor: Janice menghindari aktivitas yang menurutnya akan menyebabkan ia menjadi kotor yang akhirnya akan mengancam kesehatan dirinya.

2. Distress (impairment) Hendaya: 
a. Fisik: Janice melakukan aktivitas yang lebih banyak dari biasanya yaitu ia sering melakukan bersih bersih yang akan menyebabkan ia kelelahan dan sakit.
b. Psikis: Janis merasa cemas saat ia melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-hari, karena ia khawatir akan terkena kuman dan akan membuatnya sakit. Hal ini membuat suasanya hati dan aktivitas sehari-hari Janice jadi tidak baik.

3. Respon Atipikal
Janice selalu merasa cemas dengan dirinya sehingga ia selalu membersihkan benda-benda kepunyaannya, barang-barangnya, termasuk kamarnya sendiri. dan ini membuat Janice melakukan hal-hal yang dapat mengganggu aktivitas sehari-harinya, dalam budaya disekitarnya hal ini adalah tidak wajar karena janis melakukan kegiatan yang seharusnya tidak dilakukan anak seusianya.

Sabtu, 25 Februari 2012

ANALISA KASUS 2. ABNORMAL? or NORMAL?

Sebelumnya kita sudah mencoba menganalisa kasus 1 yaitu kasus Ratna dengan indera ke 6 nya, kini mari kita coba untuk menganalisa kembali kasus berikut berdasarkan ciri abnormal yang telah diuraikan di postingan sebelumnya.

Case 4
Ibu H merasa bahwa sejak ia hamil anak ketiga, ia dapat merasakan apa yang akan terjadi di masa depan. Misalnya hanya dengan melihat wajah orang, H tahu orang itu baik atau jahat. Keadaan ini kadang-kadang mengganggu ketenangannya. Ia juga mengaku bahwa kemampuan seperti itu juga dimiliki ibunya sebelum meninggal. Menurut cerita keluarga, ibunya masih memiliki hubungan dengan kiai sakti dari Cirebon.

Analisa Kasus
Mari kita menganalisa kasus berdasarkan kriteria gangguan abnormalitas.
yang pertama adalah disfungsi psikologis. Dalam aspek afektif Ibu H mengalami masalah atau gangguan, yaitu Ibu H terkadang merasa keadaan yang ia alami saat itu mengganggu ketenangannya sehingga kemungkinan mengganggu peran/fungsi kehidupannya dalam aspek afektif.
Namun dalam aspek kognitif dan psikomotor tidak terlihat adanya gangguan yang dialami Ibu H karena kasus yg diketahui juga sangat terbatas. Namun diketahui bahwa Ibu H masih dapat menjalankan kehidupan kognitifnya seperti biasa jika dilihat bahwa ibu H dapat mengetahui apakah seseorang yang ia lihat adalah orang baik atau jahat. Itu membuktikan bahwa Ibu H masih dapat membedakan sisi baik dan buruk seseorang. Sedangkan dalam aspek psikomotor tidak terlihat adanya gangguan pada diri diri Ibu H
Kemudian adalah Distres atau keadaan yang merusak dirinya sendiri. Dalam kasus di atas sama sekali tidak terlihat tanda-tanda Ibu H mengalami Distres.
Lalu yang terakhir adalah Respon Atipikal atau secara sosiokultural tidak diharapkan. Diketahui bahwa Ibu dari Ibu H memiliki kemampuan yang sama dengan Ibu H sebelum beliau meninggal, dan juga menurut cerita keluarga Ibunya masih memiliki hubungan dengan KIAI sakti dari Cirebon. Dari keterangan tersebut dapat di simpulkan bahwa keadaan yang dialami Ibu H adalah sesuai dengan keadaan sosiokultural yang ada di dalam keluarga Ibu H. Jadi kemampuan Ibu H dalam memprediksi masa depan atau menilai seseorang merupakan hal yang wajar dalam keluarga Ibu H.
Jadi bisa disimpulkan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh Ibu H adalah perilaku yang masuk dalam kategori NORMAL karena tidak memenuhi syarat atau kriteria seseorang dapat dikatakan ABNORMAL. 

TERIMAKASIH ^_^

Rabu, 22 Februari 2012

Investigasi dan Analisis Kasus Sumanto

Sumanto (google)
Siapa yang tidak kenal Sumanto? pria yang pernah mendapat sorotan banyak pihak karena kasus kanibal yang pernah ia lakukan pada tahun 2003 ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para ahli untuk melakukan penelitian. Dalam postingan kali ini, saya akan mencoba untuk menginvestigasi, menganalisis dan menentukan apakah Sumanto dapat dikatakan ABNORMAL atau sebaliknya, Sumanto sebenarnya adalah seorang pria yang NORMAL. Tertarik? namun sebelum itu mari kita bersama-sama membaca kasus-kasus Sumanto berikut ini:


Sumanto (lahir di Purbalingga, 3 Maret 1972; umur 39 tahun) adalah seorang kanibal Indonesia yang berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah. Pada awal tahun 2003, ia mencuri mayat seorang nenek yang baru saja dikubur dan lalu dimakannya karena percaya ini akan memberinya kekuatan supranatural. Kepercayaan Sumanto didasarkan pada kepercayaan mistis lokal dan para pakar berpendapat bahwa Sumanto mengidap gangguan jiwa
Ia dihukum penjara selama 5 tahun namun dibebaskan bertepatan Hari Idul Fitri 2006 (24 Oktober) setelah beberapa kali mendapatkan remisi. Dikabarkan sekarang ia berada di sebuah pesantren.



MENELUSURI KASUS SUMANTO
Dari artikel yang saya baca, Sumanto adalah seorang pria asal Purbalingga yang hidup dalam keadaan ekonomi yang rendah atau dapat dikatakan ia berada dalam kondisi kemiskinan. Kondisi inilah yang menyebabkan Sumanto rela melakukan apa saja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak atau bahkan kekayaan yang berlimpah. Dari beberapa teori yang ada, semakin rendah tingkat ekonomi seseorang, semakin tinggi tingkat kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku yang menyimpang. Dalam aspek kehidupan ekonomi, Sumanto hidup dalam himpitan ekonomi yang sulit dan juga di sisi lain ia tidak memiliki pekerjaan sehingga mengakibatkan hilangnya harapan-harapannya dan dapat menjadi frustasi dan stres. Sehingga cukup besar kemungkinan Sumanto untuk mempercayai hal-hal yang menjanjikan kekayaan dengan jalan singkat tanpa harus bekerja.

Dalam kehidupan sehari-hari Sumanto sangat dekat dengan gurunya yang bernama Taslim yang sering mengajarkan Sumanto tentang hal-hal mistik yang dipercayai membawa berkah dan kesuksesan. Karena kedekatan Sumanto dengan gurunya itulah yang menyebabkan Sumanto dengan mudahnya menganut nilai-nilai dan norma yang dipegang oleh Taslim gurunya. Terlebih saat Taslim menawarkan jalan pintas kepada Sumanto untuk mendapatkan kekayaan dengan cepat, dan salah satu syarat untuk mencapai ilmu pesugihan tersebut adalah dengan memakan mayat.

Di sisi lain Sumanto adalah pria yang terkesan tertutup dan jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti yasinan, atau tahlilan. Itu terbukti berdasarkan pengakuannya bahwa Sumanto tidak begitu terlibat dalam kegiatan sosial yang ada di masyarakat sehingga kontrol masyarakat terhadap perilaku Sumanto pun menjadi lemah. Seandainya Sumanto terlibat aktif dalam kegiatan sosial atau organisasi tertentu, maka organisasi tersebut akan menjadi alat kontrol baginya untuk mencegah perilaku menyimpang tersebut.

Dalam aspek keagamaan atau kepercayaan, Sumanto termasuk seseorang yang dalam kesehariannya memiliki pengetahuan agama yang dangkal, itu disebabkan karena kurangnya pendidikan agama yang diajarkan kedua orangtuanya semasa Sumanto kecil. Itu lah sebabnya Sumanto dengan mudahnya menerima nilai-nilai yang diajarkan oleh gurunya.

Perbuatan Sumanto tersebut yaitu mencuri mayat dan memakannya ia lakukan dalam keadaan sadar dan direncanakan tanpa ada beban moral. Perbuatannya tersebut juga dinilai sama sekali tidak mengindahkan norma agama dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sehingga telah membuat resah masyarakat khususnya desa Majatengah kecamatan Kemangkon, Purbalinga, Jawa Tengah. Perilaku Sumanto yang menyalahi norma agama dan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut juga dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan yang rendah, pemahaman agama yang salah, serta perhatian yang kurang dari kedua orang tuanya semasa kecil. Hal-hal itulah yang membawa pengaruh pada perkembangan mental dan kejiwaan sehingga Sumanto nekat mencuri dan memakan mayat.

Analisis dan Identifikasi
Mari kita mulai menganalisis apakah yang terjadi pada Sumanto?
Pertama, Disfungsi Psikologis dalam aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Menurut saya, Sumanto mengalami disfungsi psikologis pada ketiga aspek tersebut. Aspek Kognisi, jika dilihat dari sejarah hidupnya, Sumanto adalah pria yang tidak memiliki pekerjaan meskipun ia berada di dalam himpitan ekonomi, ia tidak berusaha untuk memiliki pekerjaan ataupun setidaknya untuk memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik lagi. itu membuktikan bahwa Sumanto tidak mampu menjalankan peran/fungsinya dalam kehidupan pada aspek kognitif.

Aspek Afektif yaitu terlihat dalam kehidupan sosial Sumanto yang cenderung tertutup dan jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Selain itu himpitan ekonomi yang mendera Sumanto membuatnya merasa frustasi dan tidak dapat mengontrol frustasinya tersebut sehingga ia nekat mengikuti saran dari gurunya untuk mempelajari ilmu pesugihan dengan cara memakan mayat tersebut untuk mendapatkan kekayaan secara singkat. Fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa Sumanto tidak dapat menjalankan peran/fungsinya dalam kehidupan pada aspek afektif.

Aspek psikomotor. Sumanto adalah orang yang terkesan tertutup dan jarang mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Fakta tersebut dapat menggambarkan kehidupan Sumanto yang jarang bersosialisasi dengan tetangga atau masyarakat sekitarnya. Ia lebih senang menutup dirinya dan berguru kepada Taslim guru spiritualnya. Dan juga disfungsi psikologis psikomotor terjadi pada saat sumanto dengan sadar menggali, mencuri dan memakan mayat seorang nenek di desanya untuk mendapatkan ilmu pesugihan. Hal tersebut membuktikan bahwa Sumanto tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan pada aspek sikomotor/konatif.

Yang kedua adalah Distres, yang menunjukkan keadaan merusak dirinya.
Distres yang dialami Sumanto adalah ia dengan sadar dan tanpa beban moral melakukan penyimpangan yaitu dengan kasus kanibalnya. Secara psikologis ia membiarkan dirinya dipengaruhi oleh guru spiritualnya dan terjerumus ke dalam ilmu hitam yang akan merusak moral di dalam dirinya dan masa depannya. Di dalam hukum di Indonesia perbuatan pencurian mayat tersebut jelasnya dilarang sehingga Sumanto akhirnya mendapat hukuman 5 tahun penjara.

Yang ketiga adalah respon Atipikal.
Sudah jelas bahwa Sumanto telah melakukan reaksi atau perbuatan yang sama sekali tidak sesuai dengan keadaan sosiokultural yang berlaku di desanya. Perbuatannya tersebut juga dinilai sama sekali tidak mengindahkan norma agama dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sehingga telah membuat resah masyarakat khususnya desa Majatengah kecamatan Kemangkon, Purbalinga, Jawa Tengah.

JADI, kesimpulan yang di dapat dari kasus ini adalah Sumanto termasuk dalam kategori abnormal karena telah memenuhi seluruh syarat seseorang dapat dikatakan memiliki gangguan abnormalitas.

^_^ TERIMAKASIH ^_^

Minggu, 19 Februari 2012

Studi Kasus untuk Menentukan Abnormal/tidak

Six Sense (google)
Jika teman-teman pembaca ingin ikut serta dalam menentukan seseorang abnormal atau tidak dalam kasus ini, yang harus teman-teman lakukan adalah membaca kasus dibawah ini dengan seksama dan detil dan bacalah kasus secara keseluruhan ^_^ . selamat mencoba ...
Kasus D
Ratna berusia 10 tahun seringkali mengeluhkan akhir-akhir ini melihat seorang anak perempuan kecil yg mengikutinya ke mana saja ia pergi. Ratna bahkan seringkali terlihat sedang bercakap-cakap dgn anak kecil tsb. Anak kecil itu seringkali memberitahu Ratna akan situasi2 bahaya yg akan dihadapi di depannya. Orangtua Ratna merasa takut dgn perilaku anaknya tsb. Orangtua Ratna sangat berharap perilaku anaknya akan berubah. Keluarga pernah membawa Ratna ke seorang Kyai dan beliau mengatakan bahwa Ratna memang memiliki kemampuan ‘indera keenam’ sehingga dapat melakukan interaksi dgn makhluk gaib.
apakah yang teman-teman fikirkan? abnormal? atau tidak? inilah jawabannya


Identifikasi:
Gangguan abnormalitas ada 3, yang pertama yaitu disfungsi Psikologis yang artinya seseorang tidak dapat menjalankan peran atau fungsinya dalam kehidupan. yaitu di dalam aspek Kognitif, Afektif, dan Konatif/psikomotor
Yang kedua adalah Distres, yaitu keadaan dimana seseorang berada pada keadaan merusak dirinya sendiri baik secara fisik atau psikologis
Yang ketiga adalah Respon Atipikal (secara kultural tidak diharapkan) yaitu reaksi yang tidak sesuai dengan sosio kultural yang berlaku.
Untuk menentukan seseorang ABNORMAL, ia harus memenuhi ketiga syarat di atas, jika salah satu saja tidak memenuhi, maka orang tersebut belum dapat dikatakan sebagai ABNORMAL.


Pertama-tama jika dilihat dari kasus di atas. Ratna mengalami disfungsi psikologis yaitu dalam aspek Afektif: Ratna seringkali mengeluhkan akhir-akhir ini seringkali diikuti oleh seorang anak kecil kemana saja ia pergi. ini menggambarkan bahwa Ratna tidak nyaman dan seringkali mengeluhkan hal tersebut. dan juga pada aspek Psikomotor yaitu Ratna seringkali terlihat sedang bercakap-cakap dengan anak kecil tersebut, namun tidak terlihat mengalami disfungsi psikologis pada aspek kognitif.
Lalu yang kedua adalah distres, dilihat dari kasus yang ada, Ratna sama sekali tidak mengalami distres, baik secara fisik maupun psikis.
Dan yang ketiga adalah respon atipikal atau reaksi yang tidak sesuai dengan keadaan kultural sekitar. berdasarkan kasus yang ada, Ratna tidak memiliki reaksi yang tidak sesuai karena Ratna hanya diduga memiliki kemampuan indera keenam, yang dimana kemampuan tersebut adalah keadaan yang biasa dan diakui di dalam budaya di daerah Timur termasuk Indonesia. Hanya saja orangtua Ratna lah yang merasa takut dengan keadaan anaknya tersebut namun tidak dengan Ratna.
Jadi kesimpulannya adalah, Ratna tidak dapat dikatakan ABNORMAL karena tidak memenuhi ciri-ciri gangguan abnormal.

Apakah Psikologi Abnormal??

Abnormal Psychology (google)
Abnormal adalah ciri-ciri yang ditetapkan secara subjektif, diberikan pada mereka dengan keadaan difungsi atau jarang. Menetapkan siapa yang normal dan tidak normal adalah isu yang dipertikaikan dalam psikologi abnormal.

Terdapat beberapa kriteria biasa. Satu kriteria mudah adalah jarang secara statistik. Ini mempunyai satu kelemahan — yang amat bijak, jujur, atau gembira adalah sama abnormal seperti yang sebaliknya. Dengan itu, tabiat abnormal dianggap jarang secara statistik dan juga tidak diingini.

Kriteria yang lebih terperinci adalah resah. Seseorang yang menunjukkan keadaan muram, bimbang, murung, dll dianggap tidak normal. Malangnya, ramai yang tidak menyedari keadaan mental mereka sendiri, dan sementara mereka mungkin dapat dibantu, mereka tidak merasa perlu mendapatkannya.
Kriteria lain adalah moral. Ini memberikan banyak masaalah kerana ia mustahil bagi mencapai persetujuan bati satu set moral untuk tujuan diagnosis.

Satu kriteria yang sring digunakan adalah maladaptiviti. Sekiranya seseorang berkelakuan dalam bentuk memburukkan keadaan mereka, ia dianggap maladaptive. Walaupun ia lebih ketat berbanding kriteria di atas, ia turut mempunyai kelemahan. Sebagai contoh, kelakukan moral termasuk membangkang dan ketidakhadiran boleh dianggap masaalah menyesuaikan diri (maladaptive).

Perangai tidak normal menyalahi piwaian masyarakat. Apabila seseorang tidak mematuhi aturan moral dan masyarakat, kelakuan ini dianggap abnormal. Bagaimanapun, sejauh mana pelanggaran ini dan berapa kerap ia di langgar oleh orang lain perlu di ambil kira.

Unsur lain abnormaliti adalah tabiat luar kebiasaan akan menyebabkan ketegangan ketidakselesaan masyarakat (social discomfort) bagi mereka yang melihat kelakuan seperti itu.
Tidak waras dan tidak dapat dijangkakan adalah unsur lain bagi perangai luar biasa. Yang utama adalah sama ada mereka yang menunjukkan tingkah-laku ini mampu mengawal perangai mereka. Jiga mereka gagal, perangai ini lebih cenderung dianggap luar biasa.

Kriteria piawaian dalam psikologi dan psikiatri adalah penyakit mental. Penentuan ketaknormalan (abnormality) adalah berdasarkan diagnosis perubatan. Ini seringkali dikritik sebagai menghilangkan kawalan daripada 'pesakit', dan mudah diputarbelit bagi matlamat politik atau masyarakat.


PENGERTIAN ABNORMALITAS ATAU GANGGUAN PERILAKU

Kebanyakan dari kita pemah mengalami saat-saat dimana kita merasa cemas, tertekan, marah, gugup, dan sebagainya. Dalam menghadapi hidup yang kian kompleks, manusia terkadang tidak dapat atau sanggup menghadapinya dengan mudah. Adalah suatu hal yang muskil jikalau dalam keseluruhan hidupnya, manusia tidak pemah mengalami saat-saat sulit seperti itu, apalagi di dalam era perubahan sosial dan teknologi yang kini berkembang sedemikian cepat. Akan tetapi kebanyakan orang bisa jadi tidak benar-benar "putus asa", karena mereka dapat mengatasi masalah dan melanjutkan hidup dengan semestinya. Lalu apa definisi dari perilaku abnormal? Perilaku abnormal (abnormal behavior) bagi para ahli psikologi seringkali disebut dengan gangguan perilaku (behavior disorder), atau ada juga yang menyebutnya lagi dengan mental illness (Morgan dkk., 1984). 

Untuk mendefinisikan abnormalitas tersebut Atkinson dkk. (1992) mencoba membandingkannya antara perilaku abnormal dengan perilaku normal. Oleh karena itu cara mendefinisikannya dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara untuk mendefinisikan perilaku abnormal antara lain adalah: penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari norma sosial, perilaku maladaptif, dan kesusahan pribadi.

Penyimpangan Dari Norma Statistik.
Kata abnorrmal dapat berarti "di luar normal". definisi abnormailtas didasarkan kepada penyimpangan kurva normal dalam statistik. Pendefinisian ini barangkali menjadi lemah, karena bagi orang yang cerdas atau sangat gembira akan dapat digolongkan sebagai abnormal. Oleh karena itu, penentuan abnormal dengan cara ini masih perlu ditambah dengan indikator lain.

Penyimpangan Dari Norma Sosial. 
Setiap masyarakat temyata memiliki patokan tertentu: untuk perilaku yang dapat diterima ataupun perilaku yang menyimpang (abnormal). Perilaku menyimpang tersebut di dalam masyarakat umumnya tidak dapat diketahui dari norma statistiknya. Perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat bisa jadi dianggap abnormal oleh masyarakat lain. Misalnya perilaku poliandri bagi kebanyakan masyarakat di dunia dianggap sebagai abnormal, sementara bagi masyarakat gurun di Nepal, dimana pria umumnya bekerja berhari-hari meninggalkan istrinya, perilaku poliandri (satu wanita dengan banyak suami) dianggap normal-normal saja. Jadi, baik perilaku normal maupun abnormal temyata berbeda-beda dari kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya. 

Perilaku Maladaptif. 
Para ahli dapat memberikan definisi perilaku abnormal berdasarkan hal-hal yang menyimpang, baik secara statistik maupun norma sosiaI. Kriteria terpenting adalah bagaimana perilaku tersebut berpengaruh pada pribadi seseorang dan/atau kelompok. Oleh karena itu perilaku abnormal kemudian disebut perilaku maladaptif (tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan), yang memiliki dampak yang merugikan dan membahayakan orang lain atau masyarakat. 

Kesusahan Pribadi. 
Kriteria keempat untuk menilai abnormalitas adalah dari sudut pandangan subjektif seseorang dan bukannya perilaku orang tersebut. Umumnya orang yang didiagnosis menderita "sakit jiwa mengalami penderitaan batin yang akut; selalu khawatir, batinnya menderita, gelisah, tidak dapat tidur, nafsu makan hilang, mengalami berbagai macam rasa sakit dan nyeri. Terkadang penderitaan batin hanyalah merupakan gejala abnormalitas, dimana perilaku penderita tampak normal-normal saja bagi orang awam. 

Dari keempat kriteria di atas, maka tidak diperoleh jawaban yang memuaskan. Dalam banyak hal keempatnya harus dipertimbangkan bersama untukmenilai abnormalitas seseorang.